Minggu, 26 Maret 2017

Tentang marxisme - leninisme dalam islam (gusdur)

Selama ini orang menganggap bahwa Marxisme-Leninisme atau lebih mudahnya komunisme, berada dalam hubungan diametral dengan Islam. Banyak faktor pendorong kepada tumbuhnya anggapan seperti itu. Secara politis, umpamanya dalam sejarah yang belum sampai satu abad. Marxisme-Leninisme telah terlibat dalam pertentangan tak kunjung selesai dengan negara-negara (dalam artian pemerintahan negara bangsa atau nation state), bangsa-bangsa, dan kelompok-kelompok muslim di seluruh dunia.

Dalam Peristiwa Madiun, 1948, umpamanya, kaum muslimin Indonesia berdiri berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena dua alasan. Pertama, karena PKI di bawah pimpinan Muso berusaha menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia yang didirikan oleh bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kedua, karena banyak pemuka agama Islam dan ulama yang terbunuh, seperti kalangan pengasuh Pesantren Takeran yang hanya terletak beberapa kilometer di luar kota Madiun sendiri. Kiai Mursyid dan sesama kiai pesantren tersebut hingga saat ini belum diketahui di mana dikuburkan.

Percaturan geo-politik saat ini pun menghadapkan Uni Soviet, kubu pertama paham Marxisme-Leninisme kepada Dunia Islam, karena pendudukannya atas bangsa muslim Afghanistan semenjak beberapa tahun lalu. Selain itu, secvara ideologis, Marxisme-Leninisme juga tidak mungkin dipertemukan dengan Islam. Marxisme-Leninisme adalah doktrin politik yang dilandaskan pada filsafat materialisme. Sedangkan Islam betapa pun adalah sebuah agama yang betapa praktisnya, sekalipun dalam urusan keduniaan, masih harus mendasarkan dirinya pada spiritualisme dan kepercayaan akan sesuatu yang secara empiris sudah tentu tidak dapat dibuktikan.

Apalagi Marxisme-Leninisme adalah pengembangan ekstrem dari filsafat Karl Marx yang justru menganggap agama sebagai opium (candu) yang akan melupakan rakyat dari perjuangan strukturalnya untuk merebut alat-alat produksi dari tangan kaum kapitalis. Demikian pula dari skema penataan Marxisme-Leninisme atas masyarakat, Islam sebagai agama harus diperlakukan sebagai super struktur yang dibasmi, karena “merupakan bagian dari jaringan kekuasaan reaksioner yang menunjang kapitalisme”, walaupun dalam dirinya ia mengandung unsur-unsur antikapitalisme.

Atau dengan kata lain, yang menjadi bagian inti dari doktrin Marxisme-Leninisme, Islam adalah “bagian dari kontradiksi internal kapitalisme”. Dialektika paham tersebut memandang pertentangan antara Islam dan kapitalisme hanya sebagai pertentangan subsider dalam pola umum pertentangan antara kaum proletar melawan struktur kapitalisme yang didirikan oleh kaum feodal.

Sebuah aspek lain dari pertentangan ideologis antara Islam dan Marxisme-Leninisme dapat dilihat pada fungsi kemasyarakatan masing-masing. Dalam kerangka ini, Marxisme-Leninisme berusaha mengatur kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh atas wawasan-wawasan rasional belaka, sedangkan Islam justru menolak sekulerisme seperti itu.

Menurut ajaran formal Islam, pengaturan kehidupan bermasyarakat harus diselaraskan dengan semua ketentuan-ketentuan wahyu yang datang dari Allah. Pengaturan hidup secara revelational (walaupun memiliki wawasan pragmatis dan rasionalnya sendiri untuk dapat menampung aspirasi kehidupan nyata), bagaimanapun juga tidak mungkin akan berdamai sepenuhnya dengan gagasan pengaturan masyarakat secara rasional sepenuhnya.

Tidak heranlah jika pengelompokan politik dan sosial budaya yang memunculkan apa yang dinamai “golongan Islam” juga menggunakan pola penghadapan dalam meletakkan Marxisme-Leninisme dalam hubungannya dengan Islam. Seperti dalam forum yang melawan dan menentangnya.

Forum-forum formal Islam sendiri juga demikian, senantiasa meletakkan Marxisme-Leninisme dalam hubungannya dengan Islam. Seperti dalam forum yang melawan dan menentangnya.

Forum-forum formal Islam sendiri juga demikian, senantiasa meletakkan Marxisme-Leninisme dalam kategori “ideologi lawan”. Atau dalam jargon Rabithah al-Alam al-Islami/Islamic Word Association) yang berkedudukan di Makkah, “ideologi yang menentang Islam (al-fahm al-mudhadli al-islami).” Dalam forum-forum resmi internasional di kalangan kaum muslimin, Marxisme-Leninisme dalam “baju” komunisme secara rutin dimasukkan ke dalam paham-paham yang harus ditolak secara tuntas.

Sikap demikian dapat juga dilihat pada karya-karya tulis para pemikir, ideolog, dan budayawan yang menjadikan Islam sebagai kerangka acuan dasar untuk menata kehidupan (dalam arti tidak harus dalam bentuk negara theokratis atau secara ideologis formal dalam kehidupan negara, tetapi sebagai semangat pengatur kehidupan). Para penulis “pandangan Islam” itu memberikan porsi panjang lebar kepada penolakan atas ideolgi dan paham Marxisme-Leninisme dalam karya-karya mereka.

Penolakan ini antara lain berupa sikap mengambil bentuk peletakan “pandangan Islam” sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme atau menurut istilah Mustofa al-Siba’I, antara kapitalisem dan sosialisme.menurut pandangan mereka, kapitaisme akan membawa bencana karena terlalu mementingkan kepentingan perorangan warga masyarakat, karena sandarannya kepada inividualisme. Sedangkan kolektivisme yang menjadi ajaran Marxisme, diserap oleh Marxisme-Leninisme, justru akan menghilangkan hak-hak sah dari individu yang menjadi warga masyarakat. Islam menurut mereka memberikan pemecahan dengan jalan menyeimbangkan antara “hak-hak masyarakat” dan “hak-hak individu”.

Melihat pola hubungan diametral seperti itu memang mengherankan. Bahwa masih saja ada kelompok-kelompok Marxis-Leninis dalam masing-masing lingkungan bangsa muslim mana pun di seluruh dunia. Bahkan di kalangan minoritas muslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama bukan Islam, seperti Sri-Lanka, Filipina. Bukan karena adanya orang-orang yang berpaham Marxis-Leninis. Karena memang mereka ada di mana-mana.

Tambahan pula, keadaan masyarakat bangsa-bangsa yang memiliki penduduk beragama Islam dalam jumlah besar memang membuat subur pertumbuhan paham itu. Secara teoritis, karena besarnya kesenjangan antara teori kemasyarakatan yang terlalu meuluk-muluk yang ditawarkan dan kenyataan menyedihkan akan meluaskan kemiskinan dan kebodohan. Yang menarik justru kenyataan bahwa oleh pemerintah negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, (kecuali sudah tentu di Indonesia. Kalaupun dilarang, maka bukan karena paham itu sendiri tidak dibarkan secara hukum neagara, melainkan karena di lingkunagn bangsa itu tidak diperkenankan adanya gerakan politik dari rakyat sama sekali, seperti Arab Saudi saat ini.

Yang lebih menarik lagi justru adalah terus-menerus adanya upaya untuk meramu ajaran Islam kepada atau dengan paham-paham lain, termasuk Marxisem. Seperti yang saat ini dilakukan dengan giatnya oleh Muammar Khadafi, pemimpin Lybia yang berperilaku eksentrik itu. Ternyata upaya tersebut tidak terbatas pada “penggalian” konsep konsep Marx yang nonkomunistis saja, tetapi juga mencapai “pengambilan” dari Marxisme-leninisme.

Secara formal, paham tersebut di larang di Lybia. Tetapi secara faktual banyak unsur-unsur Marxisme-Leninisme ke dalam doktrin politik Khadafi. Umpanya saja, pengertian “kelompok yang memelopori revolusi,’ yang jelas berasal dari konsep Lenin tentang pengalihan pemerintah dari kekuasaan kapitalisme (tidak harus yang berwatak finansial-industri, tetapi cukup yang masih berwatak agraris belaka). Demikian juga konsep “pimpinan revolusi”, yang dicanangkan sebagai “dewan-dewan rakyat” (al-jamariyah) sebagai satu-satunya kekuatan “pengawan revolusi” dari kemunkginan direbut kembali oleh kapitalisme internasional.

Fenomena upaya meramu unsur Marxisme-Leninisme ke dalam teori politik yang ditawarkan sebagai “ideolgoi Islam” sangat menarik untuk dikaji, karena bagaimanapun ia mengandung dua aspek. Pertama, ia tidak terbatas pada kalangan eksentrik seperti Khadafi, tetapi juga di kalangan sujumlah pemikir muslim serius, semisal Abdel Malek dan Ali Syari’ati. Saat ini pun, gerakan Mojaheddin eKhalq yang bergerak di bawah tanah di Iran dan dipimpin oleh Masoud Rajavi dari Paris, menggunakan analisis perjuangan kelas yang mengikuti acuan Marxisme-Leninisme. Kedua, kenyataan bahwa upaya “meramu” tersebut sampai hari ini masih mampu mempertahankan warna agamanya yang kuat. Bukan proses akulturasi yang muncul, di mana Islam dilemahkan, melainkan sebaliknya, terjadi penguatan ajaran-ajarannya melalui “penyerapan sebagai alat analisis”.
Keseluruhan yang dibentangkan di atas menghendaki adanya kajian lebih mendalam tentang hubungan Islam dan Marxisme-Leninisme, yang akan membawa kepada pemahaman yang lebih terinci dan pengertian lebih konkret akan adanya titik-titik persamaan yang dapat digali antara Islam sebnagai ajaran kemasyarakat dan Marxisme-Leninisme sebagai ideologi politik.

Pemahaman dan pengertian seperti itu akan memungkinkan antisipasi terhadap peluang bagi terjadinya “titik sambung” keduanya dinegeri ini. Antisipasi mana dapat saja digunakan, baik untuk mencegahnya maupun mendorong kehadirannya.

Salah satu cara untuk melihat titik-titik persamaan antara Islam dan Marxisme Leninisme, keduanya sebagai semacam “ajarab kemasyarakatan” (untuk meminjam istilah yang populer saat ini di kalangan sejumlah theolog Katolik yang menghendaki perubahan struktural secara mendasar) adalah menggunakan pendekatan yang disebut sebagai vocabularies of motive (keragaman motif) oleh Bryan Turner dalam bukunya yang terkenal, Weber and Islam (hlm. 142).

Menurut pendekatan in, tidak ada satu pun motif tunggal dapat diaplikasikan secara memuaskan bagi keseluruhan perilaku kaum muslimin sepanjang sejarah mereka. Kecenderungan “agama” seperti tasawuf (mistisisme), syariat (legal-formalisme), dan akhlak (etika sosial), dalam hubungannya dengan kecenderungan “ekonomis”, seperti semangat dengan etos kerja agraris, pola kemiliteran dan asketisme politis, ternyata menampilkan banyak kemungkinan motivatif bagi perilaku kaum muslimin itu. Walaupun pendekatan itu oleh Turner dipakai justru untuk mencoba melakukan pembuktian atas kaitan antara Islam dan kapitalisme, bagimanapun juga penggunaannya sebagai alat untuk meneliti kaitan antara Islam Marxisme-Leninisme akan membuahkan hasil kajian yang diharapkan.

Umpamanya saja, pendekatan ini dapat mengungkapkan adanya kesamaan orientasi antara pandangan kemasyarakatan Marxisme-Leninisme yang bersumber pada kolektivisme dan tradisi kesederhanaan hierarki dalam masyarakat suku yang membentuk masyarakat Islam yang pertama di Madinah di zaman Nabi Muhammad.

Kesamaan orientasi tersebut dapat dilihat pada besarnya semangat egalitarianisme dan populisme dalam kedua sistem kehidupan itu. Orientasi kehidupan seperti itu mau tidak mau akan membawa sikap untuk cenderung menyusun pola kehidupan serba senang kepada tindakan (action-oriented), dan menjauhi kecenderungan kontemplatif dan meditatif.

Orientasi kepada tindakan ini demikian kuat terlihat dalam kehidupan masyarakat Islam, sehingga keimanan dan tuntasnya keterlibatan kepada ajaran agama (dikenal dengan nama Rukun Islam) sepenuhnya diidentifisir dengan “tindakan”. Dari syahadat (pengakuan akan keesaan Allah dan kerasulan Muhammad), salat, zakat, puasa, hingga kewajiban menjalankan peribadatan haji.

Walaupun Marxisme bersandar pada ajaran determinisme-materialistik (dalam jargon sosialisme dikenal dengan nama historis-materialisme), dan dengan demikian Marxisme-Leninisme mendasarkan idiologinya sampai titik tertentu pada acuan tersebut, tetapi orientasinya kepada “sikap aksional” tetap tampak sangat nyata. Justru acuan deterministik yang mendorong kaum Marxis termasuk Marxis-Leninis, untuk mempersoalkan struktur kekuasaan dan tindakan terprogram dalam memperjuangkan dan kemudian melestarikan struktur masyarakat yang mereka anggap sebagai bangunan kehidupan yang adil.Berbeda dengan mendiang Gamal Abdul Nasser dari Mesir, yang berideologi sosialistik dan sedikit banyak dapat mentolerir kehadiran pemimpin-pemimpin komunis, seperti Mustafa Agha di negerinya, walupun sering juga ditahan kalau ternyata masih melakukan aktivitas yang dinilainya subversif. Sikap Nasser ini juga diikuti oleh kedua rezim sosialis Ba’ath (kebangunan) yang berkuasa di Irak dan Syiria sekarang ini.

Sebuah perkecualian menarik dalam hal ini, karena perbedaan ideologis yang ada dapat “dijembatani” oleh kesamaan orientasi di atas adalah kasus Parta Tudeh di Iran. Pertai yang nyata-nyata berideologi Marxis-Leninis itu ternyata hingga saat ini masih dibirakan hidup oleh rezim revolusi Islam di Iran, walaupun gerakan gerilya Fedayen E-Khalq yang juga Marxis-Leninis justru ditumpas dan dikejar-kejar.

Ternyata kesamaan orientasi populistik dan egalitarian anatara ideologi Islam dan Marxis-Leninisme dihadapan lawan bersama imperialisme Amerika Serikat menurut jargon mereka, mengandung juga benih-benih kontradiksi interen antara kaum mula dan kaum Marxis-Leninis Iran, selama yang terakhir ini tidak mengusik-usik kekuasaan Partai Republik Islam, selam itu pula mereka ditolerir.

Dari sudut pandangan ini, sikap kaum muslimin Indonesia yang menolak kehadiran Marxisme-Leninisme melalui ketetapan MPR adalah sebuah anomali, yang hanya dapat diterangkan dari kenyataan bahwa telah dua kali mereka dikhianati oleh kaum komunis di tahun 1948 dan 1965. Penolakan dengan demikian berwatak politis, bukannya ideologis.

Hal ini menjadi lebih jelas, jika diingat bahwa kaum muslimin Indonesia sudah tidak lagi memiliki aspirasi mereka sendiri di bidang ideologi, tetapi meleburkannya ke dalam ideologi “umum” bangsa, Pancasila.

Kenyataan seperi ini memang jarang dimengerti, karena tinjauan yang dilakukan selama ini atas hubungan Islam dan Marxisme-Leninisme sering sekali bersifat dangkal, melihat persoalannya dari satu sisi pandangan saja, itu pn yang bersifat sangat formal. Wajar sekali kalau kaitan dengan Marxisme-Leninisme tidak diakui secara formal di kalangan gerakan-gerakan Islam, tetapi diterima dalam praktek. Seperti wajarnya ”garis partai” yang menolak kehadiran agama di negara-negara komunis, tetapi dalam praktek diberikan hak melakukan kegiatan serba terbatas.

Melihat kenyataan di atas, menjadi nyata bagi mereka yang ingin melakukan tinjauan mendalam atas Maexisme-Leninisme dari sudut pandangan Islam. Bahwa harus dilakukan pemisahan antara sikap Islam yang dirumuskan dalam ajaran resmi keagamaannya dan “sikap Islam” yang tampil dalam kenyataan yang hidup dalam bidang politik dan pemahaman secara umum.

Banyak pertimbangan lain yang mempengaruhi hubungan antara Islam dan Marxisme-Leninisme dalam praktek, sehingga tidak dapat begitu saja digeneralisasi tanpa mengakibatkan penarikan kesimpulan yang salah. Demikian juga, dalam melihat kaitan dalam praktek kehidupan pemerintahan, tidaklah cukup kaitan itu sendiri diidentifikasikan sebagai sesuatu yang sumir dan berdasarkan kebutuhan taktis belaka, seperi yang disangkakan pihak Amerika Serikat atas hubungan Khadafy dan Uni Soviet. Karena sebenarnya yang terjadi adalah proses saling mengambil antara dua ideologi besar, tanpa salah satu harus mengalah terhadap yang lain. Betapa tidak permanennya hubungan itu sekalian, karena keharusan tidak boleh mangalah kepada ideologi lain, kaitan antara Islam dan Marxisme-Leninisme memiliki dimensi ideologinya sendiri. Yaitu kesamaan sangat besar dalam orientasi perjuangan masing-masing.

Kalau diproyeksikan terlebih jauh ke masa depan, bahkan akan muncul varian lain dari pola hubungan yang telah ada itu. Yaitu dalam hasil akhir ideologis dari upaya yang sedang dilakukan sejumlah intelektual muslim untuk mendalami sumber-sumber ajaran Islam melalui analisis pertentangan kelas yang menjadi “merek dagang” Maxisme-Leninisme.

Ayat-ayat Al-Qur’an, ucapan nabi dalam hadits dan penjelasan ulama dalam karya-karya mereka diperiksa kembali “wawasan kelas”-nya, digunakan sudut pandangan sosial-historis untuk melakukan penfsiran kembali atas “pemahaman salah” akan sumber-sumber ajaran agama itu.

Zakat sebagai salah satu Rukun Islam, umpamanya, dilihat secara kritis sebagai alat populistik untuk menata orientasi kemasyarakat kaum muslimin dalam pengertian struktural. Lembaga tersebut diwahyukan dengan beban terbesar atas penyelenggaraan hidup bermasyarakat pada pundak lapangan pertanian sebagai profesi kaum elite Madinah waktu itu (karena membutuhkan masukan modal sangat besar, tidak seperti usaha dagang kecil-kecilan di pasar yang menjadi kerja utama kebanyakan penduduk Madinah). Pendekatan struktural dalam menafsirkan kembali ajaran agama itu bagaiamanapun akan membawa kepada kesadaran akan pentingnya analisis perjuangan kelas untuk menegakkan struktur masyarakat yang benar-benar adil dalam pandangan Islam.

Di pihak lain, semakin berkembangnya pemahaman “humanis” atas Marxisme-Leninisme, seperti dilakukan Partai Komunis Itali dewasa ini akan membawa apresiasi lebih dalam lagi tentang pentingnya wawasan keagamaan ditampung dalam perjuangan kaum Marxis-Leninis untuk menumbangkan struktur kapitalis secara global.

Hal ini sebenarnya sudah disadari oleh sejumlah teoritisi Marxis-Leninis sejak dasawarsa tigapuluhan dari abad ini, semisal Gramsci. Sudah tentu akan muncul aspek kesamaan orientasi kemasyarakatan antara Islam dan Marxisme-Leninisme dengan dilakukan kajian-kajian di atas yang antara lain sedang dilakukan oleh Mohammad Arkoun dan Ali Merad, yang dua-duanya kini tinggal di Perancis.

Penulis : KH. Abdurrahman Wahid

* Tulisan ini pernah dimuat di Persepsi, No.1, 1982


Jumat, 17 Maret 2017

kisah nabi syith dan wal mula tanah jawa


Gagasan bahwa umat manusia berasal dari Adam diceritakan oleh mitos lain yang menghubungkan mata rantai antara generasi saat ini dan nenek moyang mereka. Menurut mitos di kalangan penduduk Cirebon, pertama kali Adam mendapat keturunan adalah ketika ia berusia sekitar 130 tahun, Hawa mengandung dan melahirkan anak kembar, satu pria dan satu wanita, yang diberi nama Qabil dan Iqlima. Secara keseluruhan Hawa melahirkan sampai 42 kali, dan setiap kelahiran adalah kembar (satu laki-laki dan satu perempuan), kecuali pada kelahiran yang ke-6, yaitu ketika Hawa mengandung hanya satu anak laki-laki, yaitu Syits, dan yang ke-40 kali, yaitu ke-tika mengandung hanya seorang anak perempuan, Hunun.

Ketika Hawa melahirkan pasangan kembar yang kelima, Adam menetapkan aturan perkawinan, bahwa anak lak-laki yang tampan harus menikah dengan anak perempuan yang tidak cantik, sedangkan anak laki-laki yang tidak tampan harus menikah dengan anak perempuan yang cantik. Karena setiap Hawa melahirkan selalu kembar dua, sehabis kembar cantik dan tampan, kemudian kembar tidak cantik dan tidak tampan, dengan demikian menurut aturan ini dipastikan bahwa tak seorang anaknya pun yang bisa menikahi kembarannya.

Pada tahap ini, Iblis —yang telah menyebabkan mereka dilempar dari surga— menyiapkan sebuah rencana baru. Ia mencoba lagi mengganggu Adam dan Hawa, tetapi tidak bisa melakukannya dengan cara yang sama seperti ia telah melakukan di surga, sebab alam mereka telah menjadi sangat berbeda. Adam dan Hawa adalah makhluk fisik (jasmani, kasar), sedangkan iblis sendiri adalah makhluk non-fisik (rohani, halus). Iblis kemudian memasuki hati Siti Hawa dan berbisik kepadanya agar memberontak melawan terhadap aturan perkawinan Adam dengan menentang dan mengesankan sebagai aturan yang kontroversial; yaitu, putranya yang tampan juga harus menikah dengan putrinya yang cantik, dan putra yang tidak tampan juga harus menikah dengan putrinya yang tidak cantik.

Untuk mendukung pernyataan mereka, Adam dan Hawa masing-masing mengklaim berhak atas anak-anak mereka dan oleh karena itu juga berhak untuk menetapkan peraturan perkawinan. Masing-Masing bersikeras bahwa anak-anak itu benar-benar berasal dari badannya; menurut Adam dari spermanya dan menurt Hawa dari sel telornya. Untuk memecahkan masalah tersebut akhirnya mereka sepakat untuk menuangkan kedua unsur tersebut (sperma dan sel telur) ke dalam dua bejana (atau cupu) yang berbeda untuk memohon bimbingan Tuhan.

Suatu hari setelah berdoa, muncullah angin yang cukup kencang menerbangkan bejana Siti Hawa. Ketika itu Adam berusia sekitar 160 tahun, di dalam bejananya berkembanglah seorang bayi laki-laki yang manis. Mereka kemudian paham bahwa semua yang telah terjadi adalah Kehendak Tuhan lalu memberi nama bayi itu Syits. Sejak saat itu, aturan perkawinan yang dirancang oleh Adam pun berlaku. Keseluruhan populasi manusia dunia, oleh karena itu turun dari Adam melalui/sampai anak-anak nya (kecuali Hunun, yang tidak menikah sebab dia dilahirkan tanpa kembaran, dan Habil, yang dibunuh sebelum mempunyai anak), termasuk Syits, yang mendapatkan isterinya dengan cara berbeda.

Gagal menggoda Hawa, Iblis tidak berhenti mengganggu; ia beralih kepada anak-anaknya. Sebagai hasil usahanya, diluar dari yang empatpuluh perkawinan antara anak-anak Adam, ada tiga pasang yang memilih menentang aturan perkawinan dan menikahi pasangan kembar mereka yang tampan dan cantik. Mereka adalah: pasangan kembar sulung, Kabil menikahi Aklima; pasangan kembar kelima, Harris menikahi Dayuna; pasangan kembar kelimabelas, Lata menikahi Ujiah (‘Uzza). Kabil menikahi Aklima setelah pembunuhan suaminya, Habil. Untuk menyatakan pemberontakannya mereka meninggalkan tempat Adam; Kabil-Aklima ke selatan Afrika; sedangkan Lata-Ujiah ke arah barat Afrika (Eropa?); dan Harris-Dayuna pergi ke arah timur ke negeri China.

Tanpa menetapkan dari pasangan mana penduduk asli Jawa dimulai, mitos ini mengatakan bahwa ekspedisi laut yang pertama ke Pulau Jawa diadakan oleh  Wazir Asia barat, Alexander The Great (Iskandar Zulkarnain, Nabi Dzul Qarnayn). Ia sengaja mengirim sebanyak 2.000 laki-laki dan perempuan untuk menduduki Pulau Jawa. Sayangnya mereka menemui ketidakramahan dan sebagian besar mereka dibunuh oleh penghuni asli, termasuk beberapa macam binatang buas liar, lelembut dan dedemit (hantu). Tidak lebih dari 100 orang yang tersisa dan kembali ke Asia barat.

Ekspedisi kedua dikirim lagi tetapi dengan kewaspadaan tinggi, turut serta sejumlah tetua yang bijak dan suku-suku yang berbeda, terutama sekali orang-orang dari selatan dan Asia tenggara (Keling dan Campa). Ada sekitar 20.000 laki-laki dan perempuan, yang dipimpin oleh Syeikh Subakir yang mendarat di Pulau Jawa. Syeikh Subakir segera pergi ke Gunung Tidar di mana ia menemui Semar dan Togog, para pemimpin mahluk halus di Jawa dan merundingkannya dengan mereka.

Mereka akhirnya mencapai suatu persetujuan dengan membiarkan pendatang baru itu untuk tinggal di Pulau Jawa dengan syarat mereka harus sadar bahwa Pulau Jawa sesungguhnya dihuni oleh banyak mahluk halus, sehingga kedua belah pihak —terutama pendatang pertama (penghuni asli)— yang lebih dulu harus berusaha untuk mendukung kehidupan bersama yang tenang (rukun) satu sama lain. Sejak saat itu Pulau Jawa telah dihuni oleh makhluk halus dan juga manusia.

Posisi keturunan Adam, Syits, menjadi makin signifikan. Mitos mengatakan bahwa Syits tadinya adalah salah satu dari anak-anak Adam yang paling terkasih, dan oleh generasi kemudian kepadanya figur mitos penting ditujukan. Ia menikah Dewi Mulat, namun siapa dia, dari mana dia datang, dan bagaimana Syits berjumpa dengannya, tidak diuraikan. Syits, pada sisi lain, digambarkan sebagai anak yang berkelakuan baik, sehingga kemudian setelah Adam meninggal pada usia 960 tahun, Syits menerima warisan kenabian Adam.

Hal ini menjadikan kebanggan dan sekaligus kecemburuan pada diri Idajil, Raja jin. Idajil ingin, dan kemudian mencoba, untuk mempunyai keturunan yang bisa mengambil alih, atau paling tidak, membawa kemuliaan Adam dan Syits. Ia ingin Syits menikahi putrinya, Delajah. Namun sayangnya, Syits telah menikahi Dewi Mulat. Bagaimanapun juga Idajil tidak berputus asa, sebagai gantinya, ia membuat segala cara yang mungkin untuk mewujudkan hasratnya. Ia menyindir putrinya, Delajah, ke dalam diri Dewi Mulat dan dengan diam-diam menaruhnya di samping Syits. Pada waktu yang sama ia membawa Dewi Mulat. Setelah tahu dengan pasti bahwa Delajah telah dihamili ia melepaskannya dan dengan seketika menggantinya dengan Dewi Mulat karena takut ketahuan.

Beberapa waktu kemudian, bersamaan dengan terbitnya matahari, Mulat melahirkan dua orang anak Syits. Yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud cahaya. Di lain tempat pada saat matahari terbenam, Delajah juga melahirkan putra Syits namun berwujud darah yang berkilauan. Diam-diam Idajil membawa “cucunya” itu untuk dipersatukan dengan putra Mulat yang berwujud cahaya. Terciptalah seorang bayi laki-laki yang tubuhnya memancarkan cahaya tapi tidak bisa diraba. Nabi Adam kemudian memberikan nama kepada kedua cucunya tersebut. Bayi yang bertubuh normal diberi nama Anwas, sedangkan yang memancarkan cahaya diberi nama Anwar.

Dua bayi tersebut (satu manusia dan satunya lagi, sesungguhnya, adalah jinn), dirawat dengan cinta dan kasih sayang, bahkan ketika Adam telah sadar bahwa Idajil yang telah campur tangan dalam hubungan tersebut. Selama masa kanak-kanak mereka, mereka menghormati kakek dan nenek dan orang tua mereka dengan sangat baik, dan bangga akan mereka, tetapi kemudian Anwas dan Anwar menunjukkan pilihan dan kebiasaan yang jelas sangat berbeda.

Anwas sangat jelas mengikuti kebijaksanaan dari kakek dan bapaknya, menjadi seorang yang beriman dengan tulus, gemar akan pelajaran kebenaran dan iman. Anwar, bagaimanapun, senang akan pengembaraan untuk mencari kebijaksanaan melalui perenungan dalam ketenangan dan tempat-tempat asing/aneh seperti di atas pegunungan, di dalam rimba rayadan di dalam gua. Sebelum kematiannya, Adam menceritakan kepada Syits agar seksama bahwa para putranya Anwas dan Anwar akan mengambil alur berbeda. Ramalan ini sebenarnya setelah Adam meninggal. Anwar selalu bersedih ketika mengingat bahwa manusia akhirnya mati, tak bisa bergerak dan dikuburkan. Syits menceritakan kepadanya bahwa itu adalah proses yang alami dan bahwa itu akan terjadi pada semua orang tanpa perkecualian. Tetapi duka cita Anwar tak tertahankan dan ia mengolah pikirannya untuk meninggalkan orang tuanya dan untuk mengambil tindakan apapun yang akan memungkinkan dia untuk menghindari penyakit dan kematian. Ia mengembara mencari-cari sesuatu yang akan memastikan harapannya. Idajil dengan segera mengambil keuntungan dari kesempatan; ia menemui Anwar, yang sesungguhnya adalah cucunya, dan menceritakan kepadanya bahwa keputusannya adalah baik dan ia berjanji untuk membantunya.

Idajil membimbing Anwar ke arah utara, ke Dulmat. Di sini Idajil melakukan suatu tindakan magis, pertama dengan membuat awan tebal yang membungkus badan mereka bersama-sama. Seketika awan menghilang, sebuah sumber air nampak di depan mereka. Ia meminta Anwar untuk minum sebanyaknya, sekuat kemampuannya, serta agar berendam di sumber air yang disebut Tirta Marta Kamandanu (air kehidupan), air kehidupan kekal. Ia juga memberi Anwar bejananya Siti Hawa, yang disebut Cupu Manik Astagina, bejana permata dengan delapan keistimewaan, yang telah ditemukan Idajil setelah bejana itu diterbangkan oleh angin yang kencang. Ia meminta Anwar untuk mengisinya dengan air, untuk beberapa keperluan di masa mendatang. Salah satu keistimewaan bejana tersebut bahwa air di dalamnya tidak pernah dapat habis.

Idajil kemudian memimpinnya keluar dari tempat ini dan menceritakan kepadanya agar mengambil sekuntum tumbuhan Rewan yang akan ia temukan dalam perjalanan kembalinya, akarnya disebut Latamansadi, yang mujarab untuk mengobati segala macam penyakit. Idajil kemudian menghi-lang, membiarkan Anwar dalam keadaan ragu-ragu kemana akan pergi. Tetapi pada akhirnya Anwar menemukan tumbuhan tersebut dan ia dengan gembira mengambil sebagian dari akar latamansadi.

Pada waktu itu Anwar telah menemukan berbagai hal yang penting yang ia benar-benar menginginkan: menghindari penyakit, dengan menguasai latamansadi, dan menghindari kematian dengan minum dan mandi dengan air kehidupan kekal. Ia mempunyai lebih banyak lagi bejana permata delapan keistimewaan dan beberapa cadangan air kehidupan kekal. Setiap ia menginginkan masih ada lagi.

Mitos melanjutkan dengan cerita bagaimana Anwar di bawah bimbingan Idajil, dapat berjalan dan bergerak dengan kecepatan rohani yang hebat. Misalnya, ia terdorong untuk melakukan petualangan lebih lanjut: ke laut Iraq, dimana disana ia berjumpa dengan para malaikat yang dikutuk, yaitu Harut Dan Marut, yang mengajarinya ilmu astrologi untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang.

Di Afrika ia berjumpa dengan paman dan bibinya, Lata dan Ujiah (‘Uzza), putra dan putri Adam yang suka menentang yang mengajarinya bagaimana cara memperoleh hidup nyaman dengan berkelimpahan.

Di Gunung Cauldron di muara Sungai Nil, Anwar berjumpa lagi dengan Idajil, tetapi ia tak mengenalinya. Idajil memberinya pengalaman mistis melihat surga; diajarinya agar dapat bergerak lebih cepat dari angin; dan memberinya hadiah yang mahal, Ratna Dumilah, sebuah intan permata seperti lampu bersinar yang bisa membimbingnya ke jalan yang lebih terang; Idajil mengajarinya, dan memberinya hak otoritas untuk mengajarkan doktrin tentang kehidupan kekal melalui ‘reinkarnasi’, dan untuk mencapai surga bagi mereka yang tidak ingin menjelma lagi (dalam )

Idajil juga memintanya untuk mengejar pengetahuan yang lebih lanjut seperti pencerahan di antara Pulau Maldewa dan Laksdewa, yang bernama Lemah Dewani.

Di situlah Sayid Anwar melakukan tapa brata dengan cara melihat matahari mulai terbit sampai tenggelam. Setelah tujuh tahun bertapa, daya linuwih pada Sayid Anwar terolah hebat sehingga bisa menghilang (kasat mata). Dalam pengembaraannya di Lemah Dewani, Sayid Anwar banyak bertarung dengan para jin dan membuat mereka tunduk di bawah kekuasaannya. Mendengar kehebatan Sayid Anwar, lama-lama banyak kaum jin yang memilih mengabdi padanya. Kejadian tersebut sangat mengganggu Prabu Nuradi, raja para jin yang menguasai Lemah Dewani. Prabu Nuradi melabrak Sayid Anwar dan mengajaknya bertarung. Dalam pertarungan itu Orabu Nuradi kalah dan tunduk pada kekuasaan Sayid Anwar. Prabu Nurani memilih turun tahta lalu mengangkat Sayid Anwar menjadi raja para jin dan menyerahkan putrinya menjadi isteri. Ketika menjadi raja jin, Sayid Anwar mendapatkan gelar Prabu Nurasa. Prabu Nurasa yang telah memiliki kehidupan abadi, kemudian tinggal di tempat tinggi dan meminta izin pada Yang Mahaesa untuk mengangkat diri sebagai Tuhan Semesta Alam. Yang Mahaesa mengabulkan dan membiarkan Prabu Nurasa mueewrtad dari ajaran keturunan Nabi Adam. Ketika menjadi raja, Lemah Dewani diubah nama menjadi Tanah Jawi (Tanah Jawa). Dari Prabu Nurasa lahirkan keturunan-keturunannya yang kemudian menjadi para dewa mulai dari Batara Guru sampai raja-raja di Tanah Jawi.


Tidak sama dengan Anwar —yang dulu dilahirkan sebagai roh dan yang membentuk agamanya sendiri setelah mela-kukan perenungan dan pencarian panjang dalam hal kebijaksanaan di bawah bimbingan Idajil— Anwas dilahirkan sebagai manusia nyata, yang mengikuti agama risalah dari kakeknya (Adam) dan bapaknya (Syits). Ia memperoleh keturunan yang juga nabi, termasuk Muhammad, nabi yang terakhir. Mereka meneruskan agama Allah kepada yang mau menerimanya.

 Menurut mitos, skenario Idajil tidak berakhir dengan Anwar, yang menjadi perhatian utamanya adalah untuk mempunyai keturunan yang menjaga kemuliaan Syits antara jin atau manusia. Di kemudian hari, dari perkawinan silang keturunan Anwar dengan jenis manusia, muncullah beberapa jenis keturunan, ada yang jin, ada yang manusia, juga ada yang setengah jin setengah manusia. Beberapa di antara mereka adalah figur terhormat: dari kalangan jin yaitu Sang Hyang, dari jenis manusia adalah Sang Prabu, Pandhita, dll., dan di antara yang setengah jin setengah manusia adalah Bhatara, dan Bhagawan. Keturunan yang terakhir ini, dengan tradisi agama mereka (agama Sang Hyang) yang menduduki Pulau Jawa yang mendahului Islam.

Di lingkungan wilayah Cirebon, keseluruhan mitos ini menjadi bagian dari tradisi kesusasteraan yang berkaitan dan menjadi mata rantai dengan bapak penemu mereka, Sunan Gunung Jati. Dari Adam dapat diusut dari kedua sisi: Anwar dan Anwas. Ibu Sunan Gunung Jati, Rarasantang, adalah putri Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran, Keturunan Jawa ke-41 dari Batara Guru, dan keturunan ke-45 dari Sang Hyang Nurasa, Putra Syits, putra Adam. Ayah Sunan Gunung Jati adalah Syarif Abdullah, Wazir Kerajaan Turki di Mesir, keturunan ke-21 dari Nabi Muhammad, sedangkan Nabi Muhammad sendiri adalah keturunan ke-37 dari Anwas, putra Syits, putra Adam.


Pesan di balik mitos ini telah jelas sudah: pada satu sisi, Sunan Gunung Jati dan keturunannya mempunyai hak-hak legitimasi kepemimpinan baik secara rohani maupun politis bagi seluruh penduduk Jawa, baik itu para pengikut Sang Hyang, orang Islam, makhluk halus, atau manusia, sepanjang mereka adalah keturunan Adam atau jin. Dengan begitu mereka semua harus tinggal dalam keselarasan (rukun) di bawah kepemimpinan keturunannya.

Pada sisi lain, mitos ini secara implisit menyatakan bahwa Allah adalah Yang Maha Tertinggi dan Maha Esa. Sedangkan dewa-dewa lain yang sebagian besar jenis Sang Hyang adalah tak lain hanya nenek moyang kita yang layak untuk dihormati tetapi tidak untuk dipuja/disembah. Mereka tak berdaya menghadapi kuasa ilahi mandiri dan riil. Jika mereka menunjukkan suatu kekuatan, adalah sebab Tuhan telah memberikan kepada mereka. Kekuatan mereka dapat dicabut kapan saja Tuhan mau. Lebih dari itu, seperti halnya kita, mereka hanya keturunan Syits, putra Adam. Adam sendiri adalah ciptaan Tuhan, yang pernah suatu kali dihukum. Ia selamat setelah tobat dan telah diserahi posisi sebagai Wakil Tuhan di atas bumi (khalîfatullâh fil ardh), setelah dicurahkan RahmatNya. Meski demikian, ia juga mengalami mati karena ia hanya makhluk ciptaan.



Selasa, 14 Maret 2017

REVOLUSI NALAR


Natal adalah membebaskan bangsa dari dekapan pemimpin culun. Maulid adalah memerdekakan negara dari tipu-tipu sembilan naga. Dan, yang mampu menikmati natal serta maulid subtantif adalah mereka yg berada di jalur kewarasan publik. Selebihnya adalah mereka yg ilusif dan romantis.
Dengan kewarasan publik, kita akan tahu problem publik. Kita tahu bagaimana menemukan solusinya. Lalu, apa problem publik terbesar dan solusinya?
Aku tahu. Bahwa problemnya adalah soal warisan kejahatan. Yaitu warisan terburuk yg kita punyai. Warisan gigantik penjajahan adalah mental dan nalar kolonial. Inti nalar kolonial ada lima yaitu fasis, feodalis, fundamentalis, liberalis dan birokratis. Dengan lima nalar itu, Indonesia menjadi: 1)Pemasok bahan baku, 2)Pemasok babu, 3)Pengimpor barang jadi, 4)Pengimpor ahli, 5)Produsen broker.
Memahami hal itu, para pendiri republik berusaha merubahnya dengan sekuat tenaga. Yaitu dengan menggelorakan revolusi nalar. Apakah itu? Yaitu gerakan berbasis gagasan dari mental konstitusional. Bernalar membuat kita mampu menempatkan dunia sebagai metoda dan bahan sehingga memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana dan keinginannya. Dengan gerakan ini maka lahirlah nalar indonesia: memberontak, hibrida, interdependen, multikultural dan adaptif. Jika diperas, nalar indonesia itu adalah nalar pancasila.
Revolusi nalar dengan demikian adalah jihad merealisasikan pancasila di manapun dan kapanpun serta oleh siapa saja dan dengan segala daya upaya. Inilah gerakan besar sehingga melahirkan mental, rasa dan tindakan dahsyat demi tergapainya mimpi bernegara.
Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi nalar adalah menjadi manusia cerdas, jenius dan berintegritas. Ia harus bekerja keras, bekerja cerdas dan mentradisikan gotong royong. Revolusi ini harus menjadi gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.
Kini, setelah bangsa kita merdeka, sesungguhnya perjuangan itu belum dan tak akan pernah berakhir. Kita semua masih harus melakukan revolusi, namun dalam arti yang berbeda. Bukan hanya mengangkat senjata, menikam mati penjajah, tapi membangun jiwa bangsa.
Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Kenapa membangun jiwa bangsa yang merdeka itu penting? Karena membangun suatu negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa. Ya, dengan kata lain, modal utama membangun suatu negara, adalah membangun jiwa bangsa dengan nalar merdeka dan berdaulat.
Nalar yg crank; menyempal dari arus utama; mampu memaknai segala peristiwa dng subtansinya adalah kurikulumnya.
Karenanya, ketika kini natal dan maulid menjadi rerasan dan festifal tanpa perlawanan, ia mereaktualisasikan. Saat natal dan maulud jatuh menjadi kegiatan harian tanpa dentuman, ia merehermenitika. Sbb ia tahu, itu dua peristiwa big bang. Yang membentuk karakter2 pilihan dan unggulan.
Dus, mari kita maknai ulang. Bahwa natal dan muludan adalah "kelahiran kesadaran trias revolusi: mental-nalar-konstitusional yg diarahkan ke elite." Tanpa itu, natal dan maulid atau muludan hanya sekedar seremoni makan nasi bungkusnya NU dan Muhammadiyah: beratus tahun tak berdentum! Hanya debat teks dan perulangan jahiliyah antar kiyai kuno dan ustadz televisi. Memuakkan dan menjijikkan.
Ayok kita natalan. Ayok kita muludan, ayok kita revolusi. Kita tikam mati sembilan naga dan kompradornya yg jd penghuni istana-dpr-kehakiman-kepolisian yg korupsi dan dungu tiap hari.(*)

TEROBOSAN EKOPOL PANCASILA

#Tanpa menempatkan Pancasila sebagai metoda melawan kolonialisme, kalian buta konstitusi. Jika pancasila hanya dipakai buat kampanye bhineka tunggal ika, itu rabun sejarah. Sebab itulah, Pancasila kini tidak sakti. Ia digunakan oleh orang yg salah dan tak mengerti: buta dan rabun#
Atas nama keadilan dan atas panggilan kesejahteraan, kami ummat, mahasiswa dan buruh Indonesia yang bergerak memutuskan untuk melakukan konsolidasi dan revolusi yang bertujuan melakukan lima hal subtansi dalam berbangsa dan bernegara. Kelima kerja raksasa itu adalah rekonstitusi, nasionalisasi, rekapitalisasi, transformasi shadow economic dan pro-pemerataan.
1)Rekonstitusi adalah kesadaran untuk menuliskan ulang keseluruhan perundangan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara berpemerintahan agar diselenggarakan dalam negara merdeka, mandiri, modern dan martabatif. Dengan ini, seluruh perundangan yang melawan Pancasila dianggap batal demi hukum. Dus, seluruh arsitektur dan struktur pemerintahan harus mencerminkan kehendak rakyat di mana subtansinya membela yang miskin, lemah, bodoh, cacat dan terpinggirkan. Rekonstitusi juga merubah dokumen resmi untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau penghapusan catatan yang salah dan tidak sesuai lagi. Rekonstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencakup struktur, prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban seluruh warga negara. Karena itu, ide rekonstitusi berhubungan dengan amendemen dan addendum yang bertujuan untuk memperbaiki dokumen penting negara; mencakup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.
2)Nasionalisasi adalah kesadaran merebut kembali aset-aset strategis milik negara yang telah menjadi milik asing akibat perilaku menyimpang dari oknum lama. Prosesnya adalah transformasi aset privat/swasta/asing menjadi aset publik dan di bawah kepemilikan publik dari pemerintah nasional. Nasionalisasi aset strategis ini meliputi industri-industri strategis seperti transportasi, komunikasi, energi, perbankan dan sumber daya alam. Industri-industri yang dinasionalisasi, berkewajiban untuk beroperasi demi kepentingan publik (warga negara). Karena dimiliki negara, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menanggung segalanya. Keuntungannya harus digunakan untuk membiayai program-program sosial dan riset pemerintah guna membantu menurunkan beban pajak. Nasionalisasi digunakan untuk melindungi dan mengembangkan industri-industri yang dianggap memiliki nilai vital terhadap kekuatan kompetitif negara (seperti industri pesawat terbang, galangan kapal, farmasi, alutista dan pendidikan).
3)Rekapitalisasi. Terutama bumn kita. Ini adalah kesadaran memastikan sumber-sumber pendanaan negara sehat. Hal ini penting karena selama ini kekayaan negara di bumn dibuat menjadi: a)Merugi, b)Sumber KKN, c)Praktek mark up, d)Praktek prifatisasi, e)Beban utang negara, f)Bancakan elite parpol yg berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif. Saat apbn kita minus karena sumbernya kempes (pajak, cukai dan utang) maka program ini menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Potensinya sangat besar dan konstitusional. Inilah program mewargakan ekonomi dan mengekonomikan warga: soko guru keekonomian kita. Inilah yg akan merubah secara riil arsitektur ekopol kolonial menjadi ekopol berdaulat, berkesejahteraan, bermartabat dan berkeadilan.
4)Transformasi shadow economic. Ini program yang memastikan agar seluruh bisnis haram menjadi halal sehingga menyehatkan apbn kita. Shadow economic adalah kegiatan produksi dan perdagangan barang maupun jasa yg ilegal dan nilainya tidak tercermin dalam penghitungan produk domestik bruto (PDB). Kegiatan tersebut dilakukan dengan unsur kesengajaan dan memiliki motif: a)menghindari kewajiban perpajakan, baik pajak penghasilan (pph), pajak pertambahan nilai (ppn); b)menghindari kewajiban non-pajak seperti yang diatur dalam regulasi pemerintah; c)menghindari pemenuhan standar ketenagakerjaan yang legal, meliputi upah kelayakan minimum, jam kerja yang telah ditetapkan, standar keselamatan, dan lain sebagainya; d)menghindari kewajiban administratif dan prosedural, seperti perijinan dan sejenisnya. Praktik-praktik shadow economic antara lain: a)memproduksi dan memperjual-belikan produk palsu atau bajakan; b)semua bisnis ilegal (tidak berijin); c)prostitusi; d)narkoba; e)perjudian. Skala bisnis itu berada di kisaran 30-40% dari PDB. Dengan mentransformasikannya via uu dan regulasi yang pas, bisnis ini akan menjadi penyumbang besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.
5)Pro-pemerataan adalah program yang mengunci empat program di atas agar semua warga negara bangga menjadi Indonesia. Bangga karena negara hadir sebagai ultima berbangsa. Bangga karena negara akan terus melakukan pemerataan melalui; a)Pemerataan kebutuhan pokok~pangan, sandang dan papan; b)Pemerataan mendapat pendidikan dan kesehatan; c)Pemerataan pendapatan; d)Pemerataan kerja; e)Pemerataan berusaha; f)Pemerataan partisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita; g)Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh nusantara; h)Pemerataan keadilan dan kesejahteraan plus kemartabatan.
Inilah lima kerja cerdas yang akan memastikan kekuasaan adalah bintang kepemimpinan. Bersinar siang dan malam. Berdentum membela semuanya agar yang merampok tidak terus merampok dan yang menderita tidak makin menderita.
Sayang sekali. Kini yg ada adalah "power of the outcasts." Kekuasaan mereka yg terbuang sia-sia. Inilah puncak hipotetik ekopol mutakhir yg telah terjadi. Di gegap ketiadaan kewarasan, tak ditemukan jalan pulang dan tokoh merdeka plus agen kharismatik. Dalam seluruh diskursus kemandirian via revolusi mental dan nawa cita, kita tak menemukan daya cipta (apalagi dentuman besar) bagi kemartabatan ekonomi-politik. Tak ada nasionalisasi apalagi kemartabatan ekonomi.
Tuna kuasa. Sbb yg berkuasa sesungguhnya bkn yg sdng berkuasa. Itu artinya, struktur ekopol kita lbh memuja ketidakadilan hasil warisan rezim lama. Kebudayaannya masih oligarkis, kleptokratis, kartelis dan predatoris. Tak ada kekuasaan yg dapat telanjang terbaca kecuali remeh temeh. Semua sumir dan telenovela. Skrip dan sutradaranya masih "hantu blau."
Yang sangat merepotkan, struktur kekuasaan negara diisi oleh hampir benar, "mereka yg tdk mengerti kekuasaan" sehingga mereka sesungguhnya orang buangan: petugas yg culun dan lugu. Dibuang dari keumuman ke daerah para setan bertahta. Maka yg dikerjakan kaum terbuang dlm kekuasaan hanyalah guyon dan tertawa. Krn tak biasa, dibuatlah temu lawak nusantara. Di istana.
Kini desain ekopolnya nyaris sempurna dlm ketidaksempurnaan. Bergelora dlm kedunguan. Disfungsi dan ejakulasi dini. Bergerak tanpa konsep besar walau tangan dan niat tak mencuri. Di tangan penguasa yg tidak berkuasa, rakyat jelata adlh santapan pertama.Kini, sudahlah. Lupakan harapan2 pada ratu adil. Jangan hiraukan ratu cakil. Jangan tertawakan petruk jadi raja. Siapkan diri kita pada krisis dan kepedihan di masa depan. Sehingga jikalau ada perbaikan, kita tak kaget. Kalaupun ada pemburukan, kita sdh mafhum belaka. Yg penting, aku masih setia bersama kalian: yg miskin, bodoh, cacat dan terpinggirkan.(*)

ARUS BALIK Sejarah Kebangkitan

#Kangenku pada Indonesia yg adil-sejahtera seperti kangenku pada Tuhan: tak pernah bertemu, tak pernah berjumpa. Rinduku pada Indonesia yg pancasilais seperti rinduku pada rasul Muhammad: tak pernah dibalas, tak pernah diterima. Apakah engkau seperti Tuhan dan Muhammad? Entahlah aku tak tau#
Dengan tesis itu, kubergumam, "jangan pikirkan apa yg akan engkau revolusikan, tapi revolusikan apa yg engkau pikirkan!" Sebab, matahari tak dibuat Tuhan hanya untukmu. Ia hanya aksiden selintas bagi saksi dentuman besar perubahan struktur ekopol nusantara. Ia memberi sinarnya pada pahlawan dan pecundang; begundal dan idealis; lelaki dan perempuan. Maka, letakkan ia sebagai yg netral.
Sesungguhnya, tak ada warganegara tanpa Indonesia. Tak ada Indonesia tanpa Nusantara. Dan, tak ada Nusantara tanpa Atlantik. Krn itu, melenyapkan Atlantik; menghancurkan Nusantara; menundukkan Indonesia tak kan sempurna tanpa menaklukkan Kebumen sbg pusat grafitasi Indonesia. Kenapa ia (bkn yg lain) sebagai pusat grafitasi? Padanya melekat dua hal: 1)Masa lalu yg dahsyat, 2)Kesadaran masa depan menuju peradaban.
Ada apa dengan masa lalu Kebumen? Ada kerja raksasa. Yaitu kesederhanaan akan nalar dan praktik memanusiakan manusia. Menundukkan dunia (bumi) untuk sesama manusia (ka-bumi-an). Kita tahu, jarang orang mau mengakui, kesederhanaan nalar dan praktiknya adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini: suatu karunia alam raya. Karunia yg membebaskannya dari perbudakan. Karunia yg membuat kita bisa lantang teriak berkata bhw Indonesia bukan negeri budak; Bukan budak di antara bangsa dan bukan budak bagi bangsa-bangsa lain. Teriakan itu lantang karena sejarahnya memang demikian. Tidak percaya? Ini buktinya. Jika kaum muslim membangun mitos bhw Nabi Muhammad mendapat wahyu awal di gua Hira, sesungguhnya itu kopian dari metoda turunnya wahyu di Pulau Djawa (panjang: cerdas; lurus). Replikasi dan sejarah wahyu jawa sdh dibentuk alam selama sepuluh ribu tahun. Keajaiban itu muncul dlm karya nan indah yang menawarkan nuansa lain. Tempat berpetualang di perut bumi, namun santai dan menyenangkan yang terletak 21 kilometer ke arah selatan Gombong, atau 42 kilometer arah barat Kebumen.
Wahyu itu turun di "Gua Jatijajar" yg beneran gua. Beda dengan gua hira yg "dipaksa jadi gua." Gua Jatijajar berada di kaki pegunungan kapur. Tetirah dan objek sakral ini sungguh sangat menarik. Pegunungan kapur ini memanjang dari utara dan ujungnya di selatan menjorok ke laut berupa sebuah tanjung. Sebagaimana umumnya objek spiritual lain di Indonesia, yang hampir selalu menyimpan mitos, legenda dan pelajaran, Gua Jatijajarpun tak terkecuali. Gua Jatjajar inilah tempat bersemedi Raden Kamandaka, yang kemudian mendapat wahyu. Isinya tentang tugas pembebasan manusia dari belenggu empat ta (tahta, harta, wanita/lawan jenis dan tapa/status quo). Inilah wahyu yg menjadi "leitstar statis" bagi berkembangnya agama (ujaran-ajaran) Jawa-Nusantara: theoantroekocentris. Agama yg relasi publiknya setara antara Tuhan, manusia dan alamraya. Resiprokal kritis dan menuju peradaban (beradab) dlm kosmologi hibridasi. Inilah cikal bakal negari Ke-bumi-an yg nanti menjadi The Spirit Of Indonesia. Menundukan bumi dan membebaskan penduduknya dari belenggu penjajah langit dan koloni bumi. Coba cek aksara dan angka Nusantara yg penuh filsafat dan tanda plus simbolik. Sesuatu yg tak ada di belahan dunia lain.
Sungguh, jika baca dengan teliti, dunia di luar nusantara hanya mereplikasi sebagian dari gagasan Pancasila. Bukan sebaliknya. Makanya ada "arus balik." Eden in the east. Atalata. Mudik untuk bertemu "yg benar dan pener." They part of us not we part of them. Ini ide raksasa, peradaban raksasa sehingga butuh pemikir dan pelaksana raksasa. Dan, yg jelas bukan Joko-Jeka.
Sejarah dari Raden Kamandaka ini kemudian dikenal dengan legenda Lutung Kasarung. Visualisasi dari legenda tersebut dapat kita lihat dalam diorama yang ada di dalam goa itu. Masuk ke dalam gua ini, bagaimanapun ada rasa degdegan. Betapa tidak! Karena merasa seperti masuk ke dalam mulut binatang purba Dinosaurus. Tambah ngeri lagi jika membayangkan gelapnya suasana di dalam perut Dinosaurus tersebut. Namun rasa cemas itu segera sirna, sebab ruangan diterangi oleh lampu listrik dari ujung ke ujung. Meski mulut gua cukup lebar, namun ruang perut Dinosaurus lebih lebar lagi. Pada langit-langit terdapat sebuah lubang sebagai ventilasi. Di tengah-tengah terdapat kursi melingkar tempat duduk pengunjung sambil menikmati indahnya ornamen stalagtit dan stalagnit serta diorama legendanya. Dari sini teks Alquran soal sorga yg sungainya mengalir di bawah; mata air yg memancar; bidadari2 yg jelita, berasal. Gambaran syorga, persis lahir dari tanah jawa dan paparan sunda.
Maka, dlm goa itu terdapat sumber mata air yang disebut Sendang. Jumlah sendang tersebut ada 4 buah, yaitu Sendang Mawar, Kantil, Jombor dan Puserbumi. Sendang Mawar mempunyai kekuatan gaib yang bisa menghapus nafsu bejat dan membuat seseorang tetap idealis. Sendang Kantil menghapus sifat serakah dan membuat seseorang berkarakter. Sendang Jombor menghapus ketakutan/inlander dan membuat seseorang kuat. Sendang Puserbumi menghapus kesombongan dan membuat seseorang rendah hati, bersahabat dan dahsyat. Keempat mata air ini metoda menghancurkan empat ta.
Karenanya, setiap peziarah selalu menyempatkan diri untuk membasuh muka dengan air seluruh sendang tersebut agar wahyu Raden Kamandaka menitis. Agar ia jadi nabi2 agung bagi segala (manusia paripurna, insan Pancasila).
Panjang goa adalah 250 meter, dalam 40 meter. Di area Goa Jatijajar ini juga terdapat beberapa goa lainnya, seperti Goa Intan dan Goa Dempok serta tersedia taman dan Pulau Kera. Berbeda dengan gua Hira yg kering kerontang, mata air dari dalam Goa Jatijajar tiada pernah berhenti walau musim kemarau sekalipun.
Krn itu tuan-tuan, jika baca subtansi Alquran maka kita dapat simpulkan bhw ia tak mungkin turun di Makkah dan Madinah. Daerah itu terlalu muda dan kering untuk bisa melukiskan peradaban. Diskursus peradaban (setara, spiritualis, berkarakter, syorga dan humanisasi) tak mungkin lahir dari ruang hampa. Dan arab tak cukup kuat dlm merepresentasikan itu semua. So, jangan terlalu arabis apalagi ontanis di zaman yg segera berbalik.
Krn itu tuan-tuan, jika baca subtansi Alquran maka kita dapat simpulkan bhw ia tak mungkin turun di Makkah dan Madinah. Daerah itu terlalu muda dan kering untuk bisa melukiskan peradaban. Diskursus peradaban (setara, spiritualis, berkarakter, syorga dan humanisasi) tak mungkin lahir dari ruang hampa. Dan arab tak cukup kuat dlm merepresentasikan itu semua. So, jangan terlalu arabis apalagi ontanis di zaman yg segera berbalik.
Kesadaran adalah kejujuran, dan kejujuran adalah ketulusan. Dengan itu, kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang; modern; mandiri; maju; merdeka; martabatif. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia. Demi umat, demi masa depan, demi masa maka kebaruan adalah niscaya. Tak cukup baru tapi juga ramah pada lokalitas yg bersumber dari sejarahnya. Sbb, tanpa mempelajari sejarahnya sendiri, kita takkan mengenal bangsa kita sendiri.
Maka membangun peradaban mulia dengan menerima kebaruan sambil menggenggam kebijakan dan kebijaksanaan masa lalu menjadi metodanya. Dengan begitu, peradaban Kebumen adalah zaman tanpa ketimpangan sosial, keadaan tanpa kerakusan jabatan dan kultur bergotong-royong berkoperasi dari hari ke hari. Tegaklah nanti setegak-tegaknya di mana-mana manusia Pancasila yg tidak adigang adigung adiguna. Tetapi selalu "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani" sehingga figurnya selalu menjadi seseorang yang baik-pener, suri tauladan atau panutan yg menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang agar sekitarnya dapat merasa baik dan besahabat plus bermanfaat di masyarakat yg toto tentrem kang raharjan.
Inilah arus balik yg akan melanda kita semua. Arus bah yg tak bisa digagalkan oleh begundal-begundal kolonial. Sejarah baru bergesernya pusat norma krn kehancuran etik di pusat-pusat kuasa hasil ciptaan kerakusan penjajah. Sejarah kebangkitan krn praktik meletakkan kebahagiaan di atas meja makan kaum miskin agar keadilan jd milik semua warga nagari.(*)

Senin, 13 Maret 2017

1.Pengertian Ideologi MarxismeMarxismeadalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dariKarl Marxpada abad ke-18. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengansistemekonomi, sistemsosial, dan sistempolitik. Pengikut teori ini disebut sebagaiMarxis. Marxisme mencakupmaterialismedialektis dan materialisme historisserta penerapannya pada kehidupansosial.Negara yang masih menganut marxisme adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos..2.Latar Belakang Ideologi MarxismeMarxisme merupakan dasar teorikomunismemodern.Teori ini tertuang dalambukuManisfestoKomunisyang dibuat olehMarxdanFriedrich Engels.Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap pahamkapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya"kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan pahamkomunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah dasar dari marxisme.3.Pengaruh Ideologi MarxismeSalah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya adalah bahwa Marxismememadukan tiga tradisi intelektual yang masi telah sangat berkembang saat itu, yaitufilsafatJerman, teoripolitikPerancis, dan ilmuekonomiInggris.Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai "filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung suatudimensifilosofisyang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap banyak pemikiranfilsafatsetelahnya. Itulah sebabnya,sejarahfilsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi olehHegel. Bahkan sampai saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologiHegel. Ada baiknya jika di sini disebutkan satu persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi isi penting dari Marxisme:·Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan sebuah prosessejarahyang terus berlangsung.·Kedua, karenarealitasmerupakan suatu proses sejarah yang terus berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami hakikat perubahansejarah.·Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti suatu hukum yang dapat ditemukan.·Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis, dansintesis.·Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalahalienasi-yang menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa menuju sebuah akhir akibat kontradiksi-kontradiksi dalam dirinya.·Keenam, proses itu berjalan di luar kendalimanusia, bergerak karena hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya terbawa arus bersama dengannya.·Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu situasi, di mana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan.·Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka. Akan tetapi, untuk pertama kalinya manusia akan mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri dan tentunya mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.·Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia dimungkinkan untuk memperolah kebebasannya dan pemenuhan diri.·Kesepuluh, bentukmasyarakatyang memungkinkan kebebasan dan pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas individu-individuyang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh orangliberal. Akan tetapi,merupakan sebuah masayrakat organik, di mana individu-individu terserap ke dalam suatu totalitas yang lebih besar,sehingga lebih mungkin memberi pemenuhan daripada kehidupan mereka yang terpisah-pisah.3.2.Ilmu Ekonomi Sebagai Dasar NegaraMenurutKarl Marx, hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup. Apapun yang bisa menghasilkanpangan, sandang, dan papan bagimereka, serta untuk memenuhikebutuhandasar. Tidak ada yang bisa menghindar dari tugas memproduksi hal-halitu. Namun, ketika cara-cara produksi berkembang dari tahapprimitif, segera muncul kebutuhan agar tiap individu dapat melakukan spesialisasi, karena menemukan bahwa mereka akan lebih makmur dengan cara itu. Lalu, orang menjadi bergantung satu dengan yang lain. Produksi sarana hidup kini menjadi aktivitassosial, bukan lagi aktivitasindividu.Dalam saling ketergantungan ini (masyarakat), setiap orang ditentukan hubungannya dengan saranaproduksi."Apa yang kulakukan seorang diri untuk penghidupanku menentukan sebagian besar hal pokok dalam cara hidupku, dan sekaligus merupakan kontribusiku terhadapmasyarakatsecara keseluruhan." Hubungan ini juga menentukan siapa saja yang punya kepentingan sama denganku dalam pembagian produksosialitu dan siapa saja yang bertentangan dengan kepentinganku.Dengan cara pandang seperti itu, terbentuklah kelas-kelas sosialekonomi, yang juga mengakibatkan timbulnyakonflikdi antara kelas-kelasitu.4.Kelebihan Ideologi Marxisme:1.Karena perekonomian sepenuhnya ditangani oleh pemerintah, baik dalam hal perncanaan, pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengawasan maka pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran atau berbagai keburukan ekonomi lainnmenentukan jenis kegiatan produksi sesuai dengan perencanaan sehingga pasar barang dalam negri berjalan dengan lancer.3.Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan.4.Jarang terjadi krisis ekonomi karena kegiatan ekonomi direncanakan oleh pemerintah.5.Tidak ada pembagian kelas apapun ketimpangan yang ada5.Kelemahan Ideologi Marxisme:1.    Pers dijadikan alat propaganda oleh pemerintah untuk menyebarkan nilai – nilaikomunis2.     Mematikan inisiatif individu untuk maju, sebab segala kegiatan diatur oleh pusat3.     Sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat4.     Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memiliki sumber daya.